Selasa, 10 Juli 2018

Zonasi, Kecerdasan atau Perumahan?



Ada logika yang aneh dari penerapan zonasi. Iya, (anak) kita tidak dimotivasi untuk jadi murid yang cerdas secara akademis, tapi jadi murid yang cerdas merayu orang tua memindahkan rumah. Potret remaja yang riang berjuang dengan tumpukan buku untuk mempersembahkan yang terbaik. Diganti dengan potret remaja yang menggantungkan nasib di selembar KK.

Lebih kacau lagi, murid jadi lebih cerdas merayu orang tuanya berpura-pura miskin, demi SKTM. SKTM itu proteksi. (Mestinya) murid berusaha masuk dulu, nanti SKTM akan berfungsi setelah diterima. SKTM melindungi murid dalam proses pendidikan, bukan sebagai tiket masuk pendidikan. Hukumnya sama dengan si kaya, murid berusaha masuk dulu, perkara orang tua mau beri dukungan itu berlaku kalau sudah proses pendidikan.

Akankah berlanjut ke zonasi perguruan tinggi? Kalau iya, zonasi juga calon pemimpin daerah supaya tidak lompat ke daerah lain. Supaya ketika dalil keadilan itu diucapkan tidak bergelayut sebelah. Tidak ada perguruan tinggi favorit, tidak ada kota atau provinsi favorit.

Hierarki itu selalu ada, alamiah, termasuk pada individu -hierarki kecerdasan akademis. Hierarki itu perlu penyikapan, bukan zonasi pengkotakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar