Minggu, 24 Mei 2015

Psikologi Komunikasi: Hambatan Komunikasi Interpersonal dalam Berpacaran



HAMBATAN MENJALIN KASIH*
Komunikasi Interpersonal dalam Berpacaran


ABSTRAK

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain untuk memastikan keamanan dan memenuhi kebutuhan afiliasi serta kasih sayang. Berdasarkan tahap perkembangan psikososial Erikson (dalam Santrock, 2009), orang yang memasuki masa intimasi dituntut untuk membentuk relasi intim dengan orang lain. Salah satu bentuk keintiman yang lazim ditemukan dalam masyarakat ialah pacaran. Komunikasi menjadi variabel penting dalam berbagai jenis relasi, termasuk pacaran. Namun, komunikasi tidak selamanya berjalan lancar karena menemui hambatan. Tujuan penelitian adalah mengungkap hambatan komunikasi dalam berpacaran. Subjek berjumlah 106 orang dengan rata-rata usia 21 tahun. 86% subjek berstatus sebagai mahasiswa. Instrumen penggalian data menggunakan open-ended questioner. Data diolah memakai statistik deskriptif, dengan melakukan koding terhadap jawaban subjek. Hasil menemukan bahwa hambatan terbesar berasal dari internal hubungan dua belah pihak yang berpacaran. Hambatan internal meliputi kesibukan (39%), perbedaan sikap (15%), emosi negatif (13%), dan ketertutupan salah satu pihak (9%). Adapun hambatan eksternal meliputi jarak (12%) dan masalah alat komunikasi (4%).

Kata kunci: hambatan, komunikasi, berpacaran


*Sub-bagian dari penelitian “Menjalin Kasih”

Minggu, 17 Mei 2015

Psikologi Forensik: Kasus (Pornografi) Sebuah Kedai



(ditulis pada 8 April 2015)

Tanggapan Atas Kasus Pornografi Kedai 24 Jam*
Analisis Psikologi Hukum dan Forensik
Muhammad Zulfa Alfaruqy
Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Indonesia adalah negara hukum. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Ayat ini mengandung penjelasan bahwa setiap orang bangsa Indonesia asli atau orang dari bangsa lain yang telah disahkan sebagai warga negara apabila menyalahi aturan, maka tiada peduli siapa pun, hukum berlaku terhadapnya.
Beberapa hari terakhir, Yogyakarta digemparkan oleh kasus Kedai 24 Jam yang telah bersinggungan dengan wilayah hukum. Sebagai reaksi atas kasus tersebut, akademisi berusaha untuk mengkonstruk dan menjelaskan kasus guna mencari titik terang. Maka tujuan dari penyusunan tanggapan adalah memaparkan kronologi kasus dan menggelar penjelasan dari sudut padang psikologi serta hukum.

KRONOLOGI KASUS
Kadai 24 Jam merupakan kedai penyedia makanan. Kedai yang beralamatkan di Jalan Damai Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ini sudah berdiri sejak lima tahun yang lalu dan memiliki dua cabang. Kedai milik Arismanto (A) mendadak heboh lantaran Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman angkat bicara (30/3). Forum tersebut menganggap menu – menu yang disajikan menggunakan istilah yang tidak sepantasnya.
Berdasarkan penelusuran, Kadai 24 Jam memang menggunakan istilah yang tidak biasa digunakan penyedia makanan pada umumnya. Menu makanan disebut sebagai Pelacur (Pemusnah Lapar Cukup Rasional). Menu itu antara lain gigolo (gerombolan nasi goreng sesuka lo), sodomie (semangkok olahan indomie), miyabi (mie yang tak biasa), masturbasi (mie, nasi, telur bercampur dalam satu porsi), ereksi (ekstra telur serta nasi), peniz (special nasi soziz) dan souperma (soup cream peredam maksiat). Menu minuman bertemakan “kenikmatan duniawi”, terdiri dari surga (susu rasa mangga), milk sex (cokelat, strawberry, vanilla) dan smoothy orgasm (tekstur lembut kecut bikin kamu orgasm). Adapun pelayan kedai juga dinamai dengan istilah yang tidak lazim, yaitu PSK (Pelayan Setia Kedai 24 Jam).
Protes yang dilayangkan Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman tersebar ke publik melalui broadcast BBM (BlackBerry Messanger):
“Berada di saat ini kami dari Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas se Kabupaten Sleman sudah merasa tidak nyaman dan selalu resah dengan adanya usaha Kedai 24 yang menggunakan suatu konsep menu vulgar berada di setiap jenis makanan dan minuman yang dijual. Maka dari itu, kami merasa memerlukan dalam mengkoreksi adanya konsep dari kedai itu.”

A saat mengklarifikasi kepada wartawan mengatakan bahwa tujuan awal dari penggunaan istilah vulgar adalah dalam rangka strategi pemasaran karena di wilayah sekitar tempat berjualan sudah banyak warung makan. Selanjutnya, kasus Kedai 24 Jam ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman.

PEMBAHASAN
Penjelasan Pemasaran Produk
Strategi pemasaran digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi, yaitu memaksimalkan keuntungan sebasar – besarnya.  Strategi pemasaran mempertimbangkan unsur product, price, promotion dan place (Khan, 2006).
Strategi pemasaran yang dilakukan oleh A menggunakan istilah yang berbeda dari kebiasaan sosial untuk menamakan product-nya. Dilihat dari price atau harga, sebenarnya harga yang ditawarkan tidak terlalu berbeda dengan kedai penyedia makanan yang lain di Yogyakarta. Pada aspek promotion, tidak ada yang terlalu istimewa karena branding yang digunakan adalah “Kedai 24 Jam”. Sesuatu yang lazim digunakan dewasa ini. Adapun place, memang sedikit menguntungkan karena terletak di tepi jalan. Artinya akses menuju tempat tersebut relatif lebih mudah. Hal lain yang dicermati oleh A adalah masalah pelayanan atau service. A mengganti istilah konvensional pelayan atau pramu saji menjadi PSK.
Ditinjau dari strategi pemasaran, ada dua hal yang menonjol dari bisnis Kedai 24 Jam yaitu product dan service. Dengan mengesampingkan sementara bagaimana kualitas product dan service, A berhasil merebut atensi para pembeli. A memanfaatkan prinsip Gestalt. Salah satu prinsip Gestalt menjelaskan jika setiap hal yang berbeda dari kebiasaan akan menarik atensi. Pada poin strategi pemasaran, A memang cukup berhasil. Pun demikian, A lalai untuk memperhatikan lingkungan masyarakat.

Penjelasan Protes dan Disonansi Kognitif
Tindakan protes yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman merupakan bentuk disonansi kognitif yang berkembang menjadi sikap kelompok.
Anggota forum yang kritis menilai bahwa keberadaan Kedai 24 Jam tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (inkonsistensi). Inkonstistensi ini menimbulkan ketidaknyamanan. Guna mengurangi rasa tidak nyaman tersebut seseorang akan menuntut adanya perubahan. Dorongan perubahan kurang mempunyai power, jika dilakukan sendiri. Oleh sebab itu dorongan dilakukan secara bersama – sama dalam sebuah sikap kelompok. Sikap kelompok yang berisi protes tergambarkan jelas dalam broadcast BlackBerry Messanger sebagai berikut:
“. . . merasa tidak nyaman dan selalu resah dengan adanya usaha Kedai 24 yang menggunakan suatu konsep menu vulgar . . . merasa memerlukan dalam mengkoreksi adanya konsep dari kedai itu.”

Penjelasan Psikologi dan Hukum
Guna memahami persoalan secara utuh maka yang perlu digarisbahwahi adalah kenyataan bahwa orang hidup tidak bisa lepas dari lingkungan sosial. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan dan orang itu sendiri. Prinsip tersebut dijelaskan oleh Kurt Lewin dalam Field theory. Penjelasan Lewin disempurnakan oleh Albert Bandura yang mengatakan bahwa perilaku, orang dan lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain (Alwisol, 2010).
Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman bukan hanya merasa tidak nyaman, tetapi menginginkan perubahan konsep kedai (seperti dalam penjelasan protes dan disonansi kognitif). Forum menganggap tindakan A yang membuat kedai dengan menu “nakal” juga berpotensi untuk mempengaruhi lingkungan. Misalnya memicu seseorang bertindak asusila seperti sodomi, sebagaimana menu yang disajikan. Selain itu juga melatih seseorang berpandangan negatif seperti mengasosiasikan pelayan dengan PSK.
Aksi protes kemudian ditindaklanjuti dengan pelaporan kepada pihak Polres Sleman (pihak yang memiliki otoritas) diharapkan dapat mengubah tindakan A yang tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat. Jika A tidak merespons tutuntan koreksi terhadap konsep kedai, A dalam posisi tidak menguntungkan karena dapat dijerat UU Pornografi.  Dalam undang – undang tersebut dijelaskan bahwa:
 “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Pasal 1 UU No 4 tahun 2008)

Konsep Kedai 24 Jam termasuk dalam pornografi tulisan di muka umum dan termasuk melanggar norma kesusilaan masyarakat Yogyakarta.

KESIMPULAN
A berhasil dalam memilih strategi pemasaran karena jeli untuk mendapatkan atensi dari pembeli. Namun tindakan A dinilai melanggar norma kesusilaan yang berlaku pada masyarakat Yogyakarta yang kemudian direspons dengan protes yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman. Tindakan A juga berpotensi memicu tindakan yang mengarah pada asusila. Atas perbuatan tersebut maka A dapat dijerat dengan UU Pornografi.

REKOMENDASI
Meminta kepada A untuk mengubah konsep Kedai 24 Jam yang telah mengarah pada pornografi. Apabila tidak juga diindahkan, maka A dapat dijerat UU No 4 tahun 2008 tentang Pornografi.

DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Khan, M. 2006. Consumer Behaviour and Advertising Management. New Delhi: New Age Interational.
Presiden. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Sarwono, S.W. 2010. Teori – Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

*Tugas Mata Kuliah Psikologi Hukum dan Forensik, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc. PhD. Psikolog.