Jumat, 27 Juli 2012

Keluarga dan Lahirnya Generasi Pembaharu (Kedaulatan Rakyat, 10 Juli 2012)

Oleh Alfaruqy M. Zulfa
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Keluarga adalah hulu bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Keluarga sebagai bagian terkecil dari masyarakat, menjadi tempaan pertama bagi lahirnya generasi pembaharu. Keluarga berkontribusi nyata terhadap kemunculan sosok pemimpin dan teladan di setiap masa untuk kaumnya.

Soekarno (1901-1970), misalnya. Ia ialah satu dari sekian banyak putra bangsa yang mencusuar berkat sepak terjang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di bawah asuhan Raden Soekemi Sosrodihardjo ‘sang ayah’ dan Ida Ayu Nyoman Rai ‘sang Ibu’, Soekarno kecil tumbuh mandiri. Menjelang masa remaja ia menetap di pondok kediaman H. O. S. Tjokroaminoto untuk menimba ilmu di Hoogere Burger School (HBS) Surabaya sekaligus mengasah kemampuannya dalam berorganisasi.

Contoh lain ialah Nabi Muhammad (571-632). Muhammad merupakan tokoh dunia yang membawa cahaya bagi peradaban dunia. Michael Hart dalam buku The 100, menempatkannya di urutan pertama. Bagaimana Muhammad kecil? Ya. Karena Abdullah, ‘sang ayah’, sudah meninggal ketika masih dalam kandungan, ia tumbuh di bawah asuhan ibu, kakek, dan paman. Ia yang menjadi penggembala dan pedagang, tumbuh dewasa sebagai pribadi yang berakhlak mulia.

Esensi Keluarga
Friedman (1998) mengartikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang sebagai bagian dari keluarga. Keluarga memegang fungsi afektif, reproduksi, ekonomi, dan sosialisasi.

Fungsi afektif terkait dengan pemenuhan kasih sayang dan kebutuhan psikologis. Fungsi reproduksi terkait pelanjutan keturunan. Fungsi ekonomi terkait pemenuhan kebutuhan sehari-hari, seperti makan dan minum. Sedangkan fungsi sosialisasi terkait penanaman nilai dan norma dalam suatu budaya.

Keluarga memegang andil yang luar biasa bagi tumbuh kembang anak. Pasalnya pola asuh keluarga berpengaruh terhadap kepribadian anak. Seorang psikonalisis, Sigmund Freud, percaya bahwa masa lalu (ketika masih anak-anak) mempengaruhi seseorang di masa kini dan nanti. Adapun Bandura dengan aliran behavior meyakini bila perilaku merupakan modeling pada seorang figur, tak terkecuali dalam hal ini anak yang modeling pada keluarga.

Bagaimana dengan “keterpurukan” pemimpin kita kini? Jawabannya pun sama. Keluarga memegang peran yang penting dalam penanaman pondasi kepribadian mereka. Meski pada perjalanannya juga dipengaruhi oleh masyarakat dan sistem. Jadi, sebaik apapun asuhan keluarga, bila tidak diimbangi oleh asuhan masyarakat dan sistem, maka hasilnya juga akan (cenderung) nihil.

Generasi Pembaharu
Generasi pembaharu sangat dinanti di tengah gonjang-ganjing keindonesiaan kita. Generasi itu diharapkan membawa perubahan sekaligus perbaikan yang nyata di semua lini. Generasi itu juga diharapkan mampu memimpin bangsa ini dengan kearifan dan kejujuran.

Lantas bagaimana ikhtiar kita menghadirkan generasi tersebut? Yang pasti generasi itu tidak datang tiba-tiba. Mereka tak lahir secara instan, tetapi lahir, dibesarkan dan dididik dengan kasih sayang. Mereka harus dibuai dengan nilai-nilai luhur yang mengakar budaya. Mereka mesti diajarkan perihal kecintaan pada negara (nasionalisme). Dan pangkal dari perwujudan cita-cita mulia ini berawal dari keluarga.

Keluarga yang mengalun indah menempatkan rumah sebagai surga (baiti jannati). Artinya di dalam rumah terdapat keluarga yang saling mendamaikan hati. Terdapat pula hubungan hangat penuh harmoni antara orangtua dan putra-putrinya. Sehingga proses transfer nilai-nilai kultur maupun religius dapat berlangsung dengan baik.

Maka kembali kita pertegas bahwa kedudukan keluarga sangat penting, bahkan sampai (jauh) menyangkut perbaikan suatu bangsa. John Locke pernah berkata bahwa seseorang yang lahir itu ibarat kertas putih, lingkunganlah yang memberikan warna terhadapnya.

Sungguh, terkait generasi pembaharu adalah tanggungjawab bersama. Sinergi antara elemen-elemen, mempermudah kinerja sebuah keluarga. Tak ada yang tak mungkin, bila kita terus berusaha. Semoga ada jalan bagi peradaban bangsa. Dari keluarga untuk Indonesia Jaya.