Kamis, 18 Oktober 2018

2

Dinda,
Begitu aku sebut dirimu dalam lirik doa.
Berharap saat esok tiba, terteguhkan jua hatimu dan hatiku.

Dinda,
Ini bukan perkara masa.
Sebab jika berbicara masa, entah sudah berapa ribu malam aku menanti hadirmu setanah-seudara di naungan langit utara.
Ini bukan pula perihal hikayat lama.
Sebab tak banyak waktu, hanya pintasan yang pertemukan kita, di balik layar atau bertatap-bercakap sembari melangkah berjalan.
Ini perihal keyakinan, perihal kepercayaan.
Tentang tarikan nafas, tentang dentuman jantung, tentang ketertundukan hati, tentang kesediaan melengkapi sebagai peneman hidup.

Dinda,
Cinta sejati tak tumbuh dalam relung persemaian ketidakjujuran.
Aku batalkan apa-apa yang buatmu meragu, aku menyayangimu bukan imajiku.
Aku nyaris tak peduli bila kau akan mengajukan syarat penantianku atas kesediaanmu.
Bagiku, membersamaimu lebih bernilai sebagai bentuk penghormatanku atas dirimu, seorang perempuan yang kini beranjak dewasa.

Sungguh,
Kaulah yang lahirkan keberanian diri untuk nyatakan cinta padamu, dan padamu pulalah cinta ini aku titipkan.