Rabu, 24 Juni 2015

Patologi Lintas Budaya: Memahami Autis



MEMAHAMI AUTIS:
Potret Autisme Dari Sudut Pandang Masyarakat

Muhammad Zulfa Alfaruqy, Sofia Nuryanti, Lisa Ardaniyati, Irmanda Saroinsong
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Autis adalah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat dengan budaya masing-masing mempunyai kekhasan dalam menyikapi fenomena autis. Hal tersebut menyemai beragam pandangan. Penelitian bertujuan untuk menggali pandangan masyarakat mengenai autis dan intervensi yang ada dalam budaya masyarakat. Penelitian menggunakan metode kuantitatif statistik deskriptif dan kualitatif fenomenologis. Pengumpulan data kuatitatif dilakukan dengan kuesioner terbuka, sedangkan data kualitatif dilakukan dengan wawancara. 80 orang (57,5% berasal dari Jawa Tengah) berpartisipasi dalam penggalian data kuantitatif, 2 orang turut dalam penggalian data kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa autis dipersepsi sebagai gangguan perkembangan syaraf yang mengakibatkan sulit berkomunikasi, kontrol emosi dan motorik. Seorang autis yang tampak seperti mempunyai dunia sendiri dianggap memiliki kebutuhan khusus dan berbeda dengan orang normal. Beberapa istilah digunakan untuk menyebut autis antara lain gila, idiot, jogang, ayan, beleng-beleng, bodo, weo, dan sinting. Masyarakat meyakini autis disebabkan karena gangguan saat ibu hamil, keturunan dan genetis, pengaruh mistis seperti roh halus, kutukan, dan dosa orang tua, lingkungan yang tidak mendukung perkembangan komunikasi anak, bawaan lahir serta penikahan sedarah. Berbagai intervensi berbasis budaya digunakan untuk penanganan autis, misalnya mempercayakan ke dukun dan ahli agama, ritual tertentu, obat alternatif, pemberian asupan gizi, pembiasaan komunikasi, terapi wicara, terapi pijat dan pasung. 27% partisipan menilai bahwa intervensi berbasis budaya efektif, 5% menilai cukup efektif, 10% menilai kurang efektif, 35% menilai tidak efektif, dan sisanya tidak tahu.

Kata kunci : autis, masyarakat, budaya, intervensi