Oleh Alfaruqy M. Zulfa
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro – Semarang
Seleksi penerimaan mahasiswa baru sejatinya merupakan wahana bertemu dua pihak berkepentingan, yakni perguruan tinggi dan calon mahasiswa. Bagi perguruan tinggi, seleksi penerimaan mahasiswa baru adalah sarana untuk menjaring calon mahasiswa yang secara potensi dan kompetensi sesuai dengan jurusan. Sedangkan bagi calon mahasiswa dimanfaatkan untuk mendapat perguruan tinggi dan jurusan sesuai peminatan.
Namun sayang, baik SNMPTN yang bersifat kolektif nasional maupun Ujian Masuk (UM) yang bersifat mandiri di setiap perguruan tinggi, sama-sama rentan praktik perjokian. Bila kita amati, modus praktiknya makin beragam; mulai dari yang “tradisional” sampai yang terkoordinir rapi menggunakan peralatan high technology. Tarif pun bervariasi dari jutaan hingga ratusan juta rupiah, tergantung pilihan jurusan.
Berbagai kecurangan peserta di beberapa Panitia Lokal (Panlok) SNMPTN 2011, seakan menjadi bukti eksistensi para joki. Terang saja, fenomena gunung es ini membuat geram insan pendidikan. Pasalnya, masih sangat dimungkinkan ada banyak kecurangan lain yang belum terungkap. Ironis sekali. Seleksi yang diharapkan dapat meminimalisir nepotisme, malah memunculkan ketidakjujuran calon mahasiswa.
Menyikapi problematika tersebut, maka peran optimal elemen-elemen terkait merupakan sebuah kewajiban. Antisipasi panitia yang membedakan tipe soal berdasarkan tahun kelulusan pada penyelenggaraan SNMPTN tahun lalu patut diterapkan lagi tahun ini. Pengawasan pun harus diperketat dengan menambah jumlah pengawas. Antisipasi sejenis kiranya juga bisa diterapkan oleh perguruan tinggi yang memakai UM sebagai jalur masuk.
Hal nan tak kalah penting adalah kesadaran peserta untuk belajar dan tidak memanfaatkan joki dalam melenggangkan cita-cita. Sebab proses belajarlah yang membuat kita resisten pada tantangan perkuliahan dan masa depan. Adapun orangtua seyogyanya tidak memaksakan kehendak, apalagi memfasilitasi putra-putrinya untuk memakai jasa perjokian.
Sungguh, pendidikan ialah tanggungjawab bersama. Mari kita kawal penyelenggaraan SNMPTN dan atau UM perguruan tinggi tahun 2012 agar dapat berjalan lancar. Semoga mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah disepakati para pendiri negara, bukanlah angan-angan belaka. Tuhan Mendengar doa kita. Amin.
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro – Semarang
Seleksi penerimaan mahasiswa baru sejatinya merupakan wahana bertemu dua pihak berkepentingan, yakni perguruan tinggi dan calon mahasiswa. Bagi perguruan tinggi, seleksi penerimaan mahasiswa baru adalah sarana untuk menjaring calon mahasiswa yang secara potensi dan kompetensi sesuai dengan jurusan. Sedangkan bagi calon mahasiswa dimanfaatkan untuk mendapat perguruan tinggi dan jurusan sesuai peminatan.
Namun sayang, baik SNMPTN yang bersifat kolektif nasional maupun Ujian Masuk (UM) yang bersifat mandiri di setiap perguruan tinggi, sama-sama rentan praktik perjokian. Bila kita amati, modus praktiknya makin beragam; mulai dari yang “tradisional” sampai yang terkoordinir rapi menggunakan peralatan high technology. Tarif pun bervariasi dari jutaan hingga ratusan juta rupiah, tergantung pilihan jurusan.
Berbagai kecurangan peserta di beberapa Panitia Lokal (Panlok) SNMPTN 2011, seakan menjadi bukti eksistensi para joki. Terang saja, fenomena gunung es ini membuat geram insan pendidikan. Pasalnya, masih sangat dimungkinkan ada banyak kecurangan lain yang belum terungkap. Ironis sekali. Seleksi yang diharapkan dapat meminimalisir nepotisme, malah memunculkan ketidakjujuran calon mahasiswa.
Menyikapi problematika tersebut, maka peran optimal elemen-elemen terkait merupakan sebuah kewajiban. Antisipasi panitia yang membedakan tipe soal berdasarkan tahun kelulusan pada penyelenggaraan SNMPTN tahun lalu patut diterapkan lagi tahun ini. Pengawasan pun harus diperketat dengan menambah jumlah pengawas. Antisipasi sejenis kiranya juga bisa diterapkan oleh perguruan tinggi yang memakai UM sebagai jalur masuk.
Hal nan tak kalah penting adalah kesadaran peserta untuk belajar dan tidak memanfaatkan joki dalam melenggangkan cita-cita. Sebab proses belajarlah yang membuat kita resisten pada tantangan perkuliahan dan masa depan. Adapun orangtua seyogyanya tidak memaksakan kehendak, apalagi memfasilitasi putra-putrinya untuk memakai jasa perjokian.
Sungguh, pendidikan ialah tanggungjawab bersama. Mari kita kawal penyelenggaraan SNMPTN dan atau UM perguruan tinggi tahun 2012 agar dapat berjalan lancar. Semoga mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah disepakati para pendiri negara, bukanlah angan-angan belaka. Tuhan Mendengar doa kita. Amin.
kalo dari sisi yg nggak jujur nih, pada dasarnya manusia pengen semua serba enak, gampang, dan tidak membuat dia tertekan. jadi untuk usaha mencontek, bahkan menyewa joki adalah usaha untuk meredakan ketegangan dalam ego karena tekanan untuk lulus..tidak hanya dari pihak panitia saja yang harus bekerja keras untuk memunculkan suatu kejujuran pelaksanaan, tapi juga dibutuhkan dari pihak calon mahasiswa sendiri. pihak panitia hanya bisa mempersempit kesempatan setan membantu calon mahasiswa :D
BalasHapus