Dalam sejarah bangsa Indonesia, Pancasila mengandung lims dasar yang sangat ideal. Ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial. Hampir dapat dipastikan semua orang sulit menjadi manusia sesempurna seperti yang diidealkan tersebut. Karena itulah, Pancasila ditempatkan sebagai philosophische gronslag.
Sekarang, di alam demokrasi yang agak mengarah ke oklokrasi ini, Pancasila justru dijadikan alat untuk menjustifikasi perilaku kelompok (tertentu) setelah mengangkat diri, mengaku sebagai juru tafsir. Satu jari mendeklarasikan diri sebagai manusia Pancasila, empat jari memprasangkai orang lain.
Bicara soal Pancasila, tentu kita tidak bisa lepas dari manusia multi dimensional yang bernama Soekarno. Soekarno konon turut andil dalam membidani kelahiran Pancasila 1 Juni 1945. Soekarno tidak pernah sekalipun mengkatakan bahwa dirinya adalah penggagas Pancasila, apalagi mengaku sebagai si Pancasila itu.
Bung Karno dalam tulisan-tuliasannya mengatakan bahwa Pancasila digali dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Butuh 15 tahun, atau bahkan lebih, mengkaji-merenungi. Dari Sukamiskin, Ende, Bengkulu, sampai kembali ke Jakarta, menguji dan terus menguji embrio Pancasila.
Teruntuk Pengaku Pancasilais,
Kok sampeyan (kamu) mengatakan paling Pancasilais. Andai Soekarno masih hidup, mungkin dia sangat ingin bertemu sama sampeyan, perlu mbeguru sama sampeyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar