Kamis, 24 Desember 2015

Psyframe: Mudanesia 2


@psy_frame Indonesia



Catatan 6 Maret 2015

Zaman sekarang (mungkin) ada peralihan dari pemimpin transformasional menjadi pemimpin senyam-senyum dan pemimpin marah-marah yang menyihir media. Zaman sekarang etika interpersonal sudah dikorosi. Buktinya ada pemimpin yang teriak-teriak dan menjuluk sesuatu yang buruk, rame-rame didewakan. Saat sudah cinta buta, benar bisa* jadi salah, salah bisa* jadi benar. Apa saja.

 (*) Bisa terlihat, bagi yang bisa melihat



Catatan 11 Desember 2015

#SaveSudirmanSaid, adalah bentuk respons psikologis masyarakat melihat ketimpangan antara das sein - das sollen peristiwa di MKD.  Pertama, "penghakiman" oleh hakim MK. Masyarakat, dalam hal ini netizen, melihat SS tersudut oleh para Yang Mulia. Masyarakat masih relatif meredam dan memberi pemakluman ketika sidang terbuka SS dan MS sama-sama terbuka. tetapi perlakuan "istimewa" (sidang tertutup) pada SN, menjadi pemicu respons negatif luar biasa. Di sinilah masyarakat kemudian berprasangka dan tidak lagi menjadikan SN sebagai "pelaku" pencideraan tunggal. karena posisi pencideraan kepercayaan itu berbola salju kepada MKD. Tingkat trust pada seluruh anggota DPR pun jadi turun.

Kedua, adalah respons terhadap pelaporan SN terhadap SS. Ketika idola dijatuhkan, penggemar merasa turut dijatuhkan. Sense of belonging. Polanya mirip: SS dan netizen pendukung. Pencideraan etika diselesaikan dengan pengadilan etika, pun hukum juga diselesaikan dengan hukum. Cara mengembalikan trust masyarakat adalah sanksi etika pada SN. Sanksi atas pencideraan kepercayaan ini berpotensi membuat SN harus merelakan turun dari kursi DPR RI 1.

Pun masyarakat mestinya juga tidak bisa tutup mata, JIKA perekaman oleh MS tanpa persetujuan itu melanggar etika sekaligus hukum. Masyarakat juga akan lebih bermartabat jika memang ada kesalahan pelontaran istilah oleh SS, yang berimplikasi hukum. Sebagai catatan, tagar #SaveSudirmanSaid bukan dilontarkan oleh khayalan, sebagaimana dikatakan seorang anggota MKD. Justru di sini ungkapan emosi dan pikiran terungkap secara jujur. Dalam bahasa psikologi, inilah wajah tanpa persona.




Catatan 18 Desember 2015

Ada yang menarik dari stimulus (larangan ojek online menhub Jonan) dan respons (pemanggilan presiden Jokowi terhadap sang menhub). Jarak antara larangan menhub dan respons presiden sangat cepat, sehingga menimbulkan multi persepsi bagi publik. Pertama, persepsi publik positif terhadap langkah cepat presiden sebagai pendengar aspirasi masyarakat. Kedua, persepsi publik bernada negatif yang mempertanyakan motif; hasil skenario atau tidak(?), demi mendapat atensi masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar