Rabu, 10 Februari 2016

Psikologi Nasionalisme: Sebuah Riset Biografis-Hermeneutis pada Ir Soekarno



Ringkasan penelitian “Menapak Tilas Jalan Panjang Persatuan: Sebuah Analisis Biografis–Hermeneutis Makna Nasionalisme Ir. Soekarno” oleh Muhammad Zulfa Alfaruqy (2015)


oleh Muhammad Zulfa Alfaruqy

Pendahuluan
            Ir Soekarno, presiden pertama Indonesia, adalah salah satu tokoh nasional yang memainkan peran sentral dalam pergerakan, prosesi kemerdekaan, dan pembentukan karakter bangsa. Meskipun telah empat puluh lima tahun meninggal dunia, Soekarno atau yang lebih akrab disapa Bung Karno tidak lekang oleh waktu. Banyak kajian yang dilakukan untuk menelisik lebih dalam pribadi kharismatik tersebut, namun sepertinya tidak pernah menemui ujung akhir. Menurut Azra (dalam Ans, 2014) Soekarno merupakan sosok yang fenomenal dan kompleks, sehingga tidak pernah habis dibahas dalam ranah kajian ilmiah maupun ranah kajian yang lain. Selalu ada sisi kehidupannya yang menarik untuk diperbincangkan lebih jauh.
            Mahfud M.D. (dalam Daras, 2013) menyebut Soekarno sebagai manusia dengan kualitas multidimensional. Soekarno bukan hanya politikus tetapi negarawan par excellence yang berhasil membangun kekaguman rakyat atas dirinya karena visi kenegarawanan dan perjuangan untuk nasionalisme. Sehingga apapun latar belakang politik yang dimiliki anak bangsa sekarang, bahkan termasuk yang berseberangan aliran politik, selama masih waras pasti akan menaruh hormat kepada Panglima Besar Revolusi Indonesia tersebut.
            Soekarno dengan ketajaman filosofinya mengekstraksi penyelaman keindonesiaan dalam sebuah dasar negara yang dikenal dengan Pancasila. Lima  dasar negara yang terdiri dari kebangsaan (nasionalisme), internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Philosophie grondslag itu disampaikan pada sidang terakhir BPUPKI. Dari dasar negara yang dipaparkan tampak ada kelekatan Soekarno dengan nasionalisme. Kelekatan tersebut diperkuat dengan kutipan naskah yang dipublikasikan pada tahun 1941:
“Sejak dari waktu pergerakan pemuda (waktu itu saya murid kelas dua H.B.S. Surabaya), sampai masuk ke dalam pergerakan politik, sampai mendirikan partai politik sendiri, sampai masuk penjara, sampai diinternir, sampai sekarang, masih tetaplah nasionalisme, saya punya “rasa” dan saya­ punya “haluan”.

Mengkonstruksi nasionalisme Soekarno menjadi tantangan bagi para ilmuwan, tidak terkecuali bagi ilmuwan psikologi. Houghton (2008) dalam Political Psychology mengatakan meskipun merupakan kajian baru dalam bidang psikologi, nasionalisme bukanlah fenomena baru. Searle-White (2001), menjelaskan bahwa dalam kancah psikologi, nasionalisme merupakan identifikasi individu terhadap kelompok yang mempunyai kesamaan sejarah, bahasa, wilayah dan kombinasinya. Nasionalisme menjadi gerakan bagi suatu bangsa untuk menentukan nasib sendiri guna menciptakan sebuah negara merdeka yang disebut negara-bangsa (yaitu negara merdeka yang penduduk utamanya berasal dari satu bangsa).

Metode Penelitian
            Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan perspektif biografis-hermeneutis. Menurut Denzin dan Licoln (dalam Herdiansyah, 2012), biografi adalah studi mengenai kehidupan seseorang yang menggambarkan peristiwa penting dengan berdasarkan kepada kumpulan dokumen-dokumen. Hermeneutika, berasal dari kata hermeneuein yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan teks. Pengumpulan data dilakukan dengan analisis teks dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen tersebut berasal dari Arsip Nasional dan naskah Di Bawah Bendera Revolusi (Soekarno, 2005). Secara garis besar, penelitian ditujukan untuk menjawab pertanyaan berikut: a) Apa makna nasionalisme bagi Ir Soekarno?, b) Bagaimana dinamika nasionalisme dalam setiap fase hidup Ir Soekarno dari masa ke masa?

Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ir Soekarno memaknai nasionalisme sebagai perasaan sekaligus ideologi yang mecintai tanah air atas dasar pengetahuan/ kesadaran bahwa merupakan bagian dari persatuan bangsa. Nasionalisme timbul dari rasa cinta kepada manusia dan kemanusiaan, yang di dalamnya menyertakan peran Tuhan sebagai sang pemberi anugerah perasaan. Penginsyafan pada hal tersebut memberikan corak khas nasionalisme yang tidak bersifat destruktif atau menyerang negara-bangsa lain. Nasionalisme dimanifestasikan melalui totalitas pengabdian kepada tanah air dengan menggeluti dunia politik untuk mencapai dan mempertahankan Indonesia Merdeka.


Nasionalisme Soekarno yang dinamis memunculkan empat segmen. Pertama, segmen nasionalis, yang memiliki kekhasan berupa usaha keras membangun kesadaran dan kemuan (pemimpin) tiga gerakan ideologi nasionalisme, islamisme, dan marxisme agar tidak saling bertikai dan bersatu padu untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Kedua, segmen nasionalisme marhaenis/marhaenisme yang mempunyai kekhasan berupa upaya mengangkat derajat kemapanan kaum-kaum yang tertindas karena sistem kapitalisme yang telah dipraktikkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Ketiga, segmen integrasi diri, yang mempunyai kekhasan berupa sintesis diri antara nasionalisme, marxis serta Islam, sebagai efek atas pendalaman agama yang telah dilakukan. Keempat, segmen pembentukan karakter bangsa, yang mempunyai kekhasan berupa upaya peningkatan nasionalisme rakyat yang dimanifestasikan nyata dalam pembentukan karakter tangguh.

Daftar Pustaka
Ans, S. (2014). Harta amanah soekarno. Jakarta: Ufuk.
Daras, R. (2013). Total bung karno. Depok: Imania
Herdiansyah, H. (2012). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Houghton, D. P. (2008). Political psychology. New York: Taylor & Francis.
Searle-White, J. (2001). The psychology of nationalism. New York: Palgrave.
Soekarno, Ir. (2005). Di bawah bendera revolusi. Jakarta: Yayasan Bung Karno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar