oleh
Alfaruqy M. Zulfa
mahasiswa
S2 Magister Psikologi Sosial UGM, alumnus Psikologi UNDIP
bergiat
di Forum Psikologi Progresif Indonesia
Dua pekan sudah pemerintahan Jokowi-JK
menaikkan harga BBM (17/11). Dua pekan itu pula gejolak terjadi di tubuh
masyarakat. Sebagian kontra dan sebagian lagi pro. Dalih pihak kontra dilandaskan
atas “keganjilan” keputusan menaikkan harga saat harga minyak dunia sedang
turun. Imbasnya bisa ditebak. Indonesia mengalami inflasi yang pada gilirannya merangsang
kenaikan komoditi lain. Adapun dalih pihak pro dilandaskan atas keyakinan manfaat
pengalihan subsidi untuk kebutuhan berbagai sektor strategis dan demi melunasi
janji 3 kartu sakti: Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu
Keluarga Sejahtera.
Dinamika yang berkembang menunjukkan banyak
mahasiswa berada di pihak kontra, Demonstrasi menuntut penurunan (kembali) harga
BBM pun digelar di berbagai daerah. Di Yogyakarta, teman-teman mahasiswa berdemonstrasi
di Jalan Solo-Yogyakarta (18/11). Sempat terjadi kerusuhan berupa pelemparan
batu dan pengrusakan pos polisi. Beruntung, tidak ada korban jiwa.
Di tanah Makassar, setelah hampir sepekan
mereda, demonstrasi rusuh lagi-lagi terjadi. Adalah mahasiswa Universitas
Muslim Indonesia yang melakukannya. Mahasiswa dibantu masyarakat bentrok dengan
polisi di depan kantor Gubernur Sulsel (27/11). Naas! Satu korban bernama Ary
(17) tewas. Belum jelas apa penyebabnya. Beberapa media mengatakan bahwa ia
tertabrak water cannon, sementara media
lain mengatakan bahwa ia terkena benda tumpul.
Merenungkan
Demonstrasi
Upaya mahasiswa mengkritisi kebijakan pemerintah
sejatinya patut kita apresiasi. Mahasiswa yang didaulat sebagai penyambung
lidah masyarakat berperan sebagaimana mestinya. Yang disayangkan dari
demonstrasi mahasiswa seantero tanah air ini adalah beberapa diantaranya berakhir
rusuh yang mengarah pada vandalisme. Bahkan menjadi sangat tragis lantaran
menyebabkan nyawa orang melayang.
Seperti yang kita ketahui bersama, di
setiap demonstrasi ada agenda setting
yang sudah disepakati dengan aparat keamanan. Artinya, aksi demonstrasi telah legal
karena dinilai tidak berbahaya. Namun ketika demonstrasi berujung pada tindakan
berbahaya seperti bentrok dan pengrusakan fasilitas, masyarakat pun resah dan bertanya-tanya:
apa yang sesungguhnya terjadi? Apa motivasi mahasiswa? Demi si(apa)kah aksi
dilakukan?
Keresahan masyarakat tersebut tentu patut
direnungkan dengan saksama. Ada dua hipotesis yang dilematis. Pertama, mahasiswa terjebak pada
keinginan pragmatis eksistensi. Eksistensi menunjuk pada kebutuhan manusia untuk
meng-ada (Abidin, 2007). Kedua,
mahasiswa tersandera perilaku agresif akibat tidak mampu mengontrol emosi dalam
satu kerumunan massa. Agresi di sini merujuk pada perilaku fisik maupun verbal
dengan tujuan menyakiti (Sarwono, 2007).
Bebas yang
Bertanggungjawab
Demonstrasi sebagai bagian dari kebebasan
menyampaikan pendapat ialah hak semua warga, termasuk mahasiswa. Kita bisa
menengoknya dalam konstitusi yang dijabarkan lebih lanjut pada UU Nomor 9 Tahun
1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Disebutkan bahwa
menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu bentuk penghargaan atas
hak asasi manusia.
Barangkali yang sering terjadi kini
adalah hak kebebasan menyampaikan pendapat tanpa sadar sering mereduksi sisi
empatik untuk menghargai hak orang lain. Dalam kajian psikologi komunikasi, ini
dipahami sebagai bentuk dominasi seseorang saat menyampaikan pesan. Akibatnya, tumbuh
keengganan untuk mendengarkan orang lain.
Atas dasar itulah, penting untuk
direnungkan: jika memang tujuan demonstrasi adalah memperjuangkan suara
masyarakat, demonstrasi (hendaknya) berangkat dari kesediaan mendengar aspirasi
bahwasanya masyarakat tidak ingin terpasung dalam keresahan. Jika memang demonstrasi
berupaya memperjuangkan hak asasi manusia, bukankah lebih baik kita berangkat
dari menghargai hak asasi itu sendiri?
Sungguh, semua pihak tidak ingin terjadi
penurunan kepercayaan (decline of trust)
kepada mahasiswa. Oleh sebab itu, mahasiswa sebagai insan terdidik perlu menimbang
ulang kebebasan dalam menuangkan aspirasi. Menjadi sosok teladan guna merubah
arah demonstrasi rusuh menuju domonstrasi edukatif, solutif dan
bertanggungjawab. Hidup Mahasiswa Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar