Hari ini saya lagi mau bahas soal CCTV untuk tilang kendaraan bermotor. Ya. Di tengah kenaikan pajak dan harga berbagai komoditas, agaknya beban masyarakat masih ditambahi dengan tilang via CCTV. Di beberapa kota besar sudah berlaku. Hayo ngaku siapa yang suka langgar lalu lintas?
Menurut saya, kebijakan ini paham betul karakteristik manusia Indonesia yang kurang disiplin dan sedikit agak nekad. Saya semester kemarin beri tugas mahasiswa buat artikel seputar remaja. Seorang mahasiswi mengkritisi CCTV untuk mengawasi siswa yang ujian nasional di kelas. Yang pasti CCTV ini berfungsi "menilang" siswa yang ngepek (membaca bahan contekan) dan nirun (mencontek teman). Intinya, menindak siswa yang berbuat curang. Yang menarik, di situ masih ada guru sebagai pengawas. Artinya, ada dua media pengawasan yakni guru pengawas (man) dan CCTV (machine). Dalam kajian praktik kecurangan di area pendidikan, keberadaan pengawas merupakan simbol superordinat yang membuat pihak subordinat taat pada aturan.
Nah, yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan CCTV untuk tilang kendaraan bermotor? Apakah masih ada pengawas (man) dalam pelaksanaannya? Jika polisi lantas sebagai pengawas masih ada di TKP (misal traffic light) tentu sifat CCTV adalah sebagai komplemen dalam pengawasan. Adapun, jika CCTV bersifat subtitusi maka personel polisi lantas bisa dikurangi. Menurut saya, ini penting untuk diperjelas bagaimanakah sifatnya. Jangan sampai tumpang tindih.
Landjoet. Apakah CCTV tilang ini murni untuk mendidik kedisiplinan masyarakat atau untuk kepentingan lain, seperti membiayai proyek infrastruktur? Kalau untuk mendidik masyarakat, ini jelas patut diapresiasi dan didukung. Tapi kalau untuk membiayai proyek, ini menjadi tanda tanya besar. Seakan paradoks. Jika untuk membiayai proyek infrastruktur, penerapan CCTV tilang ini kurang strategis. Lhoh kok?
Iya. Sebaiknya CCTV tilang ini dipasang di gedung dewan. Kita lebih terdesak untuk menilang anggota dewan terhormat yang tidak disiplin. Tidur di saat rapat atau malah membirkan kursi kosong sama sekali. Barangkali akan menarik jika monitor aktivitas mereka bisa live sebuah channel televisi khusus, sehingga bisa disaksikan jutaan pasang mata. Selanjutnya anggota dewan yang terkena tilang harus membayar kepada masyarakat daerah pemilihan, sebagai pemegang kedaulatan. Dukungan pembangunan infrastruktur di daerah lebih jelas. Waktu pemilu juga ada data anggota petahana ditilang berapa kali, supaya tidak salah pilih. Saya rasa ini juga mendidik disiplin. 👌😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar