(ditulis
pada 8 April 2015)
Tanggapan Atas Kasus Pornografi Kedai 24 Jam*
Analisis Psikologi Hukum dan Forensik
Muhammad
Zulfa Alfaruqy
Magister
Psikologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Indonesia
adalah negara hukum. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1 UUD 1945). Ayat ini mengandung penjelasan bahwa
setiap orang bangsa Indonesia asli atau orang dari bangsa lain yang telah
disahkan sebagai warga negara apabila menyalahi aturan, maka tiada peduli siapa
pun, hukum berlaku terhadapnya.
Beberapa
hari terakhir, Yogyakarta digemparkan oleh kasus Kedai 24 Jam yang telah
bersinggungan dengan wilayah hukum. Sebagai reaksi atas kasus tersebut, akademisi
berusaha untuk mengkonstruk dan menjelaskan kasus guna mencari titik terang. Maka
tujuan dari penyusunan tanggapan adalah memaparkan kronologi kasus dan menggelar
penjelasan dari sudut padang psikologi serta hukum.
KRONOLOGI KASUS
Kadai
24 Jam merupakan kedai penyedia makanan. Kedai yang beralamatkan di Jalan Damai
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ini sudah berdiri sejak lima tahun yang lalu
dan memiliki dua cabang. Kedai milik Arismanto (A) mendadak heboh lantaran Forum
Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman angkat bicara (30/3). Forum
tersebut menganggap menu – menu yang disajikan menggunakan istilah yang tidak
sepantasnya.
Berdasarkan
penelusuran, Kadai 24 Jam memang menggunakan istilah yang tidak biasa digunakan
penyedia makanan pada umumnya. Menu makanan disebut sebagai Pelacur (Pemusnah
Lapar Cukup Rasional). Menu itu antara lain gigolo (gerombolan nasi goreng
sesuka lo), sodomie (semangkok olahan indomie), miyabi (mie yang tak biasa),
masturbasi (mie, nasi, telur bercampur dalam satu porsi), ereksi (ekstra telur
serta nasi), peniz (special nasi soziz) dan souperma (soup cream peredam
maksiat). Menu minuman bertemakan “kenikmatan duniawi”, terdiri dari surga
(susu rasa mangga), milk sex (cokelat, strawberry, vanilla) dan smoothy orgasm
(tekstur lembut kecut bikin kamu orgasm). Adapun pelayan kedai juga dinamai
dengan istilah yang tidak lazim, yaitu PSK (Pelayan Setia Kedai 24 Jam).
Protes
yang dilayangkan Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman tersebar
ke publik melalui broadcast BBM
(BlackBerry Messanger):
“Berada
di saat ini kami dari Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas se Kabupaten Sleman
sudah merasa tidak nyaman dan selalu resah dengan adanya usaha Kedai 24 yang
menggunakan suatu konsep menu vulgar berada di setiap jenis makanan dan minuman
yang dijual. Maka dari itu, kami merasa memerlukan dalam mengkoreksi adanya
konsep dari kedai itu.”
A
saat mengklarifikasi kepada wartawan mengatakan bahwa tujuan awal dari penggunaan
istilah vulgar adalah dalam rangka strategi pemasaran karena di wilayah sekitar
tempat berjualan sudah banyak warung makan. Selanjutnya, kasus Kedai 24 Jam
ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman.
PEMBAHASAN
Penjelasan Pemasaran Produk
Strategi
pemasaran digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi, yaitu memaksimalkan keuntungan
sebasar – besarnya. Strategi pemasaran
mempertimbangkan unsur product, price,
promotion dan place (Khan, 2006).
Strategi
pemasaran yang dilakukan oleh A menggunakan istilah yang berbeda dari kebiasaan
sosial untuk menamakan product-nya.
Dilihat dari price atau harga,
sebenarnya harga yang ditawarkan tidak terlalu berbeda dengan kedai penyedia
makanan yang lain di Yogyakarta. Pada aspek promotion,
tidak ada yang terlalu istimewa karena branding
yang digunakan adalah “Kedai 24 Jam”. Sesuatu yang lazim digunakan dewasa
ini. Adapun place, memang sedikit
menguntungkan karena terletak di tepi jalan. Artinya akses menuju tempat tersebut
relatif lebih mudah. Hal lain yang dicermati oleh A adalah masalah pelayanan
atau service. A mengganti istilah
konvensional pelayan atau pramu saji menjadi PSK.
Ditinjau
dari strategi pemasaran, ada dua hal yang menonjol dari bisnis Kedai 24 Jam
yaitu product dan service. Dengan mengesampingkan
sementara bagaimana kualitas product
dan service, A berhasil merebut
atensi para pembeli. A memanfaatkan prinsip Gestalt. Salah satu prinsip Gestalt
menjelaskan jika setiap hal yang berbeda dari kebiasaan akan menarik atensi. Pada
poin strategi pemasaran, A memang cukup berhasil. Pun demikian, A lalai untuk
memperhatikan lingkungan masyarakat.
Penjelasan Protes dan Disonansi Kognitif
Tindakan
protes yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman
merupakan bentuk disonansi kognitif yang berkembang menjadi sikap kelompok.
Anggota
forum yang kritis menilai bahwa keberadaan Kedai 24 Jam tidak sesuai dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat (inkonsistensi). Inkonstistensi ini
menimbulkan ketidaknyamanan. Guna mengurangi rasa tidak nyaman tersebut seseorang
akan menuntut adanya perubahan. Dorongan perubahan kurang mempunyai power, jika dilakukan sendiri. Oleh
sebab itu dorongan dilakukan secara bersama – sama dalam sebuah sikap kelompok.
Sikap kelompok yang berisi protes tergambarkan jelas dalam broadcast BlackBerry Messanger sebagai berikut:
“. . . merasa tidak
nyaman dan selalu resah dengan adanya usaha Kedai 24 yang menggunakan suatu
konsep menu vulgar . . . merasa memerlukan dalam mengkoreksi adanya konsep dari
kedai itu.”
Penjelasan Psikologi dan
Hukum
Guna
memahami persoalan secara utuh maka yang perlu digarisbahwahi adalah kenyataan
bahwa orang hidup tidak bisa lepas dari lingkungan sosial. Perilaku dipengaruhi
oleh lingkungan dan orang itu sendiri. Prinsip tersebut dijelaskan oleh Kurt
Lewin dalam Field theory. Penjelasan
Lewin disempurnakan oleh Albert Bandura yang mengatakan bahwa perilaku, orang
dan lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain (Alwisol, 2010).
Forum
Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman bukan hanya merasa tidak nyaman,
tetapi menginginkan perubahan konsep kedai (seperti
dalam penjelasan protes dan disonansi kognitif). Forum menganggap tindakan
A yang membuat kedai dengan menu “nakal” juga berpotensi untuk mempengaruhi
lingkungan. Misalnya memicu seseorang bertindak asusila seperti sodomi,
sebagaimana menu yang disajikan. Selain itu juga melatih seseorang berpandangan
negatif seperti mengasosiasikan pelayan dengan PSK.
Aksi
protes kemudian ditindaklanjuti dengan pelaporan kepada pihak Polres Sleman (pihak
yang memiliki otoritas) diharapkan dapat mengubah tindakan A yang tidak sesuai
dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat. Jika A tidak merespons
tutuntan koreksi terhadap konsep kedai, A dalam posisi tidak menguntungkan
karena dapat dijerat UU Pornografi. Dalam
undang – undang tersebut dijelaskan bahwa:
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Pasal 1 UU No 4
tahun 2008)
Konsep
Kedai 24 Jam termasuk dalam pornografi tulisan di muka umum dan termasuk
melanggar norma kesusilaan masyarakat Yogyakarta.
KESIMPULAN
A
berhasil dalam memilih strategi pemasaran karena jeli untuk mendapatkan atensi
dari pembeli. Namun tindakan A dinilai melanggar norma kesusilaan yang berlaku
pada masyarakat Yogyakarta yang kemudian direspons dengan protes yang dilakukan
oleh Forum Komunikasi Psikolog Puskesmas Kabupaten Sleman. Tindakan A juga
berpotensi memicu tindakan yang mengarah pada asusila. Atas perbuatan tersebut
maka A dapat dijerat dengan UU Pornografi.
REKOMENDASI
Meminta
kepada A untuk mengubah konsep Kedai 24 Jam yang telah mengarah pada pornografi.
Apabila tidak juga diindahkan, maka A dapat dijerat UU No 4 tahun 2008 tentang
Pornografi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2010.
Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Khan, M. 2006.
Consumer Behaviour and Advertising
Management. New Delhi: New Age Interational.
Presiden.
2008. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Sarwono, S.W.
2010. Teori – Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Rajawali Press.
*Tugas Mata Kuliah Psikologi
Hukum dan Forensik, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc. PhD. Psikolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar