Mengobarkan
(Kembali) Nasionalisme
oleh Muhammad Zulfa Alfaruqy
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro
Bangsa Indonesia adalah
kita. Bangsa Indonesia adalah kita yang diberikan amanah oleh Tuhan untuk
menjadi khalifah di bumi nusantara.
Bangsa Indonesia tidak lain dan tidak bukan ialah kita yang senantiasa mengobarkankan
semangat kebangsaan di singgasana hati. Sungguh, sebuah kebanggaan tersendiri
menjadi bagian dari in-group yang
sedang menata(p) masa depan.
Ibarat menanam padi,
kita tidak bisa hanya menanam identitas diri sebagai pemilik sah Republik
Indonesia tanpa merawat dan menjaga sebaik-baiknya. Kita butuh pupuk yang
bernama nasionalisme dan aliran air kepedulian. Beruntungnya kita adalah pupuk
dan air itu tidak disediakan cuma-cuma, tetapi perlu usaha keras untuk
mendapatkannya. Bukankah sesuatu yang diusahakan dengan saksama jauh lebih
bermakna (?)
Nasionalisme
Nasionalisme mengajarkan
kita untuk setia pada bangsa. Mengutip kata Searle-White (dalam Houghton, 2008),
nasionalisme merupakan identifikasi individu dengan kelompok yang memiliki
kesamaan. Nasionalisme menjadi gerakan bagi suatu bangsa karena penentuan nasib
sendiri untuk menciptakan sebuah negara merdeka. Identifikasi tersebut ialah
hasil dari proses kognisi yang pada gilirannya memunculkan sense of belonging pada bangsa.
Nasionalisme bukanlah
hal yang baru bagi Indonesia. Kita merdeka adalah buah dari semangat
nasionalisme para pendiri bangsa. Dalam konteks kekinian, seorang nasionalis
ditandai dengan adanya komitmen terhadap persatuan, martabat, dan kesejahtaraan
negara, bahkan ketika tidak menyukai pemerintah. Pertanyaannya sekarang,
masihkah kita mencintai tanah air ini?
Mengobarkan
(Kembali)
Konsep mengobarkan
kembali nasionalisme, berhubungan erat dengan bagaimana kita mengoptimalkan
tiga komponen sikap yaitu kognisi, afeksi dan konasi. Sebuah studi yang dilakukan
peneliti pada mahasiswa PTN di Jateng dan DIY tahun 2013 menunjukkan bahwa
nasionalisme adalah sebuah
perasaan bangga serta cinta terhadap bangsa yang diwujudkan dalam tindakan. Perasaan bangga
(afeksi) sebagai bangsa diawali oleh pemahaman tentang
potensi dan masalah negara (kognisi).
Perasaan terhadap bangsa dimanifestasikan dalam perilaku (konasi) yang
sederhana, antara lain: autokritik
atas kondisi bangsa, menggunakan bahasa dan produk Indonesia, mengedukasi
mahasiswa dan masyarakat, serta mempersiapkan diri untuk berkontribusi di masa depan. Apabila
kita cermati, nasionalisme bukanlah konsep transendential, melainkan konsep
nyata yang dapat dikobarkan dalam diri manusia Indonesia.
Siapakah yang
bertanggungjawab pada proyek besar ini? Ya. Proyek besar tersebut bisa berjalan
hanya jika dilakukan secara kolektif. Butuh goyong-royong dari keluarga, organisasi, media massa,
pendidikan, agama, dan setiap
diri kita.
Sungguh, nasionalisme sangat diperlukan pada masa sekarang.
Nasionalisme kita tidak sedang dihadang oleh perang, tetapi dihadapkan pada lelaku menjaga kedaulatan Indonesia
sesuai bidang yang ditekuni. Yakinlah, Indonesia adalah bangsa yang besar. Wallahu a'lam bishawab.
Referensi:
Houghton,D.P.(2008). Political
Psychology. New York: Taylor&Francis.